ILMU BUDAYA DASAR
MANUSIA
DAN KEADILAN
Dosen : Choirul Umam
Oleh : Ingri Marta Yondra
NPM :
54413418
Kelas :
1IA11
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukuri
saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah Ilmu Budaya Dasar ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga saya berterima kasih kepada
Bapak Choirul Umam selaku Dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar yang telah memberikan
tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
Manusia dan Keadilan.Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,Saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun
ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Depok, April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Rumusan Masalah
1.3.
Tujuan Makalah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Arti
Keadilan
2.2.
Kecurangan
2.3. Contoh
Kasus Ketidak adilan
2.4.
Ungkapan Warga Negara Tentang Ketidak adilan
2.5
Pembalasan
2.6
Kejujuran
2.7
Pemulihan Nama Baik
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam setiap kehidupannya manusia
pasti pernah mengalami perlakuan yang tidak adil. Dimana setiap diri manusia
pasti terdapat suatu dorongan atau keinginan untuk berbuat jujur namun
terkadang untuk melakukan kejujuran itu sangatlah sulit dan banyak kendalanya
yang harus di hadapi, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga
bahkan sikap moral.
Dampak positif dari keadilan itu
sendiri dapat menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi, karena ketika
seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba
untuk bertanya atau melalukan ‘protes’ dengan caranya sendiri. Dan dengan cara
itulah yang dapat menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi seperti
demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apapun hingga bahkan membalasnya
dengan berdusta dan melakukan kecurangan.
Negara ini membutuhkan keadilan
untuk bisa menata kembali kehidupan bernegaranya. Dalam berbagai tayangan di
televisi dapat kita lihat bahwa betapa tidak ada jaminan kepastian akan hukum
dan keadilan dalam berbagi ruang di negara kita, contoh kasus yang begitu
menarik kita adalah masalah penahanan Nazarudin, terkait kasus wisma atlit yang
sebenarnya belum jelas dan perlu untuk dilakukan penahanan. Kasus terkuaknya
penggelapan pajak oleh Gayus tambunan. Namun sepertinya polisi lebih memilih
untuk menyelesaikan kasus pencurian oleh rakyat biasa ketimbang kasur besar
Nazarudin.
Sedangkan Kasus lain yang mendapat
perlakuan berlawanan, yaitu kasus dimana ada seseorang nenek yang terpaksa
mencuri cokelat dan dengan mudahnya langsung dipenjarakan. Apakah ini yang
disebut adil ? pembenahan seperti apakah yang harus kita lakukan agar keadilan
benar-benar bisa ditegakkan ?. Kasus-kasus kecil begitu mudahnya diselesaikan,
walaupun terkesan kurang adil, dan berlebihan. Sementara orang-orang dengan
kasus yang begitu besar, tidak terselesaikan, bahkan banyak dari mereka yang
keburu meninggal sebelum kasusnya diselesaikan.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apakah arti dari keadilan
2. Apa saja macam-macam keadilan?
3.
Apakah arti dari kecurangan?
4. Faktor apa yang menimbulkan
kecurangan itu ?
5. Bagaimana kasus ketidakadilan
dalam masyarakat?
6. Apakah
pembalasan itu?
1.3 Tujuan Makalah
Agar kita dapat berlaku adil dan
selalu mengutamakan kejujuran, karena dengan kejujuran itu keadilan mudah untuk
di capai. Dan agar kita bisa memperlakukan hak dan kewajiban secara seimbang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Arti keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung
ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing –
masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran
terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keaadilan oleh Plato diproyeksikan
pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan
diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan
pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga
Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik.
Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan
pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa
keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja
sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini
terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum
dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara
hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan
menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila
setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Menurut kamus umum bahasa indonesia,
kata adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun tidak
sewenang-wenang. Sedangkan menurut istilah keadilan adalah pengakuan dan
perlakukan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Keadilan menurut aristoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia, ada berbagai macam keadilan yaitu :
- Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi
kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan
menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ).
Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut
keadilan legal
- Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa
keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama
dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when
equels are treated equally).
- Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles
pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam
masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan
dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
2.2. Kecurangan
Kekurangan atau curang identik
dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun
tidak serupa benar,. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak
sesuai dengan hati nuraninya, atau orang itu memang dari hatinya sudah berbuat
curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha.
Beberapa faktor yang menimbulkan
kecurangan, antara lain :
- Faktor ekonomi
Setiap orang berhak hidup layak dan
membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai
makhluk lemah, tempat salah dan dosa. Sangat rentan sekali dengan hal-hal
pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan fikirkan.
- Faktor peradaban dan kebudayaan
Peradaban dan kebudayaan sangat
mempengaruhi mentalitas individu yaqng terdapat didalamnya “sistem kebudayaan”
meski terkadang hal ini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan
sikap mental yang menumbuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat
ini memicu terjadinya pergeseran nurani, hamper pada setiap individu di
dalamnya sehingga sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakkan keadilan.
- Teknis
Hal ini juga menentukan arah
kebijakan, bahkan keadilan itu sendiri, terkadang untuk bersikap adil kitapun
mengedapankan aspek perasaan dan kekeluargaan, sehingga sangat sulit sekali
untuk dilakukan, atau bahkan mempertahankan kita sendiri harus melukai perasaan
orang lain.
2.3. Contoh Kasus Ketidak adilan
gambar 1.1
Supremasi hukum di Indonesia masih
harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia
internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus
ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan
secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang
sama tanpa kecuali. Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi
masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun
bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan, sulit rasanya
menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ine jelas merupakan sebuah ketidak
adilan.
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang
divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidak adilan hukum
di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek
Minah. Kami setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan.
Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan.
Untuk datang ke sidang kasusnya ini,
Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah
ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa
menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya
transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang
mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang terkesan
dibuat-buat. Tidak malukah mereka dengan Nenek Minah?
Bagaimana dengan koruptor kelas
kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di
Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena
mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ? Sehingga
bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para
koruptor. Kami sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap
Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah
semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan
mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan
sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang
tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan
sistem hukum dan keadilan di Indonesia.
Inilah dinamika hukum di Indonesia,
yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan
yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan
negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang
hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke
penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara
milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya
reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat
sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam
sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah
kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan
aspek kemanusiaan.
2.4. Ungkapan Warga Negara tentang Ketidak
adilan
Dalam seni banyak masyarkat
indonesia mengomentari soal ketidak adilan hukum melalui karya-karyanya seperti
puisi, lagu, film, lukisan dan lain- lain.
2.5. Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas
perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan
yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat pembalasan
yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yang penuh kecurigaan menimbvulkan
balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral
dan makhluk social. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkungannyalah yang
menyebabkanya. Perbuatan amoral pada hakikatnya perbuatan yang melanggar atau
memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki
hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha
mempertahankan hak dan kewajibanya itu. Mempertahakn hak dan kewajiban itu
adalah pembalasan.
Dari segi agama pembalasan untuk
sebuah ketidak adilan di kemukakan dalam ayat ayat suci al-Qur’an, yaitu:
1. Q.S.
An-Nahl : 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ
الَّذِينَ لا َيُؤْمِنُونَ بِئَايَاتِ اللهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Sesungguhnya yang mengada-adakan
kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan
mereka itulah orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl :105)
2. Q.S.
Ar-Rahman : 7
وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
Dan Allah telah meninggikan langit
dan Dia meletakkan neraca (keadilan). QS. Ar-Rahman [55]: 7
3. Q.S.
Al-Ahzab : 24
لِّيَجْزِيَ اللهُ الصَّادِقِينَ
بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ
Supaya Allah memberikan balasan
kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang
munafik… (QS. Al-Ahzab:24)
4. Q.S.
Al-Ahzab : 7-8
وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَاقًا
غَلِيظًا . لِّيَسْئَلَ الصَّادِقِينَ عَن صِدْقِهِمْ
Dan Kami telah mengambil dari mereka
perjanjian yang teguh, agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar
tentang kebenaran mereka…(QS. Al-Ahzab:7-8)
5. HR.
Malik dalam al-Muwaththa` 2/990 secara mursal dalam ucapan…dan ia termasuk
hadits hasan mursal (Jami’ al-Ushul 10/598, hadits no. 8183.
يَارَسُوْلَ اللهِ, أَيَكُوْنُ
الْمُؤْمِنُ جَبَّانًا؟ قَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ: أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ
بَخِيْلاً؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيْلَ لَهُ: أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا؟
قَالَ: لاَ.
“Ya Rasulullah, apakah orang beriman
ada yang penakut? Beliau menjawab,’Ya.’ Maka ada yang bertanya kepada beliau,
‘Apakah orang beriman ada yang bakhil (pelit, kikir).’ Beliau menjawab, ‘Ya.’
Ada lagi yang bertanya, ‘Apakah ada orang beriman yang pendusta?’ Beliau
menjawab, ‘Tidak.’
6. HR.
Muslim dan at-Tirmidzi (Jami’ al-Ushul 10/610, no. 8204).
مَنْ تَعَمَّدَ عَلَىَّ كَذِبًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang sengaja berbohong
kepadaku, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka.’
2. 6. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan
sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah
kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut
satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama
dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau
kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung
dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
2.7. Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga
dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan
bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak
ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku
atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan
itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi,
cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau
tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus
tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan
harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan
kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh
kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela,
tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keadilan meruapakan pengakuan dan
perbuatan yang seimbang antara hak dan kewajiban, tidak semihak sebelah ataupun
tidak sewenang-wenang.
Kejujuran berarti apa yang dikatakan
seseorang itu sesuai dengan hati nuraninya dan kenyataan yang benar. Kecurangan
apa yang dilakukanya tidak sesuai dengan hati nuraninya. Pembalasan suatu
reaksi atas perbuatan orang lain, baik berupa perbuatan yang serupa ataupun
tidak.
3.2. Saran
Janganlah kalian berlaku tidak adil
terhadap orang lain. Karena dengan berlaku adil bias akan mencapai ketentraman
dan kemakmuran antar sesama manusia.
Keadilan, dalam hal apapun, akan
membuahkan kedamaian dan kesejahteraan. Inilah inti kemaslahatan bagi umat. Dan
ini lebih mungkin dilaksanakan oleh para pemimpin atau pemerintah. Untuk itu,
setiap pemimpin harus memahami konsep tasharruf imam ala al-ra’iyyah
manuthun bi al-maslahah atau kebijakan pemimpin bagi warganya harus
diorientasikan untuk kemaslahatan mereka. Selain itu, setiap pemimpin juga
harus sadar bahwa Sayyidul qaum khadimuhum atau pemimpin umat adalah
pelayan bagi mereka. Pemimpin harus melayani umatnya untuk mendapatkan keadilan
ini yaitu keadilan untuk dapat beribadah sesuai agama dan kepercayaannya
masing-masing. Karena itu, keadilan yang berujung pada kedamaian dan
kesejahteraan harus dikejar terlebih dahulu ketimbang urusan pribadi ataupun
golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, ahmad, Ilmu Budaya Dasar,
Pustaka Setia, solo,1997.
Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu
Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma,
Jakarta : 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar